Jumat, 14 Maret 2014

Maafkan Aku Sahabat




 Ku kira tawa ini akan berakhir kemarin, tapi tidak. Aku salah. Pagi ini aku bergegas bangun. Sekitar pukul 06 : 00 pagi. Aku langsung bersiap untuk sekolah. Seperti biasa, aku kesekolah jam 07 : 20 wib. Aku sampai sekolah, aku langsung bergegas menuju kelas ku. Di depan, sudah ada Wati yang sedang berjalan santai, ia teman sekelas ku. Ku percepat langkah ku, sebab sekarang aku sedang menjalankan TO sekolah. Maklum, sekarang aku sudah kelas 12 SMA. Jadi ya harus perbanyak TO. Di kelas ku mempunyai sistem yang berbeda. Siapa yang datang lebih cepat, ia bisa memilih mau duduk dimana yang ia sukai. Tapi jika ada yang terlambat, maka ia akan duduk ditempat yang tersisa. Kebiasaan kami yaitu duduk di belakang.di kelas hanya memiliki 26 kursi. Sedangkan jumlah kami 28 orang. Kalau sedang TO ada  yang terlambat, maka yang terlambat akan duduk di kursi saja. Ternyata aku mendapatkan tempat duduk nomor tiga dari depan. Untunglah aku belum telat. Aku meletakkan tas dan bekal yang ku bawa dari rumah. Dengan lega, aku berjalan menuju keluar kelas. Sewaktu membalikkan badan, tampak seorang sosok yang tak asing lagi oleh ku. Awalnya tatapannya menuju pada ku, setelah aku menatapnya ia membuang tatapannya itu. Aku hanya memelas, tertunduk. Kemarin, pas jam pelajaran Bahasa Inggris, ia tanpak kesal pada ku. Aku tak tahu entah apa yang ia marahkan pada ku. Kemarin, kami duduk berdua di barisan paling depan. Seperti biasa, aku selalu menjahilinya. Setelah itu, kami sama-sama tertawa kecil dan diam. Karna pada waktu itu pak guru sedang menjelaskan pelajaran. Setelah pak guru keluar kelas, kami pun istirahat. Dan seperti biasa, semuanya biasa-biasa saja. Belum ada peristiwa yang menyakitkan. Aku makan bersama teman-teman yang juga membawa bekal. Ia juga makan, tapi dikantin. Beberapa waktu berlalu. Akhirnya bel masuk pun berbunyi. Ia masuk kelas, dan aku mulai menjahilinya. Ku cubit tangannya, rambutnya, serta ku pukul punggungnya. Namun, semua berubah drastis. Ia malah marah, dan berkata “Apa sih? Jangan ganggu aku!” ucapnya membentak. Aku menggodanya “Ih, jangan marah lah” dengan nada agak sedikit manja. Ku sardarkan kepala ku ke bahunya. Dan ternyata ia menyingkir. Sontak saja aku kanget dan bilang “Aku pindah!” dengan wajah sedih. Di dalam hati, aku berharap agar ia bujuk. Ternyata dugaan ku salah, ia lantas berkata “Biar aku saja yang pindah” ucapnya. Aku kaget, langsung saja dengan spontan ku tendang-tendang kursinya sambil merengek “Pindah saja sana, ayo pindah. Percuma aku tadi pindah duduk didekatmu” gerutu ku padanya. Ia tanpak kesal, dan menoleh ke belakang. Melihat tempat yang tersisa sedikit dibelakang. “Baiklah, biar aku saja yang pindah!” ucapku emosi sembari mengangkat kursi kebelakang. Ketika dibelakang, aku langsung menunduk. Aku berpikir, kesalahan apa yang telah aku perbuat tadi? Apa ia sedang ada masalah? Atau bagaimana? Aku tetap kesal padanya. Sofia dan Blinda yang duduk di belakang kami pun bertanya-tanya kepada Rey. Ya, Rey nama lelaki itu. “Hey Rey, kenapa berantem sama Dinda? Ada apa? Aneh, tadi baik-baik aja” tanya Sofia heran. Ia hanya menggelengkan kepalanya dan menunduk. Di depan, Sofia memanggilku “Din..Dindaa..”, “iya, apa sih Sof?” tanyaku lemah. “Kalian ada apa?” ucap Sofia. Aku hanya mengangkat bahu dan menundukkan wajah. Saat itu, aku memang merasa malas untuk memperlihatkan wajah cantik ini. Setelah jam pelajaran habis. Kami pun istirahat kembali. Di sekolah, kami 2 kali istirahat. Yang pertama istirahat makan, dan yang kedua istirahat ISOMA (istirahat, sholat, makan). Saat aku hendak berjalan keluar, aku melirik pada Rey. Tampak ia sedang tidur diatas meja. Lantas aku menghampirinya dan mengusap kepalanya sambil berkata “Istirahtlah, mungkin itu bisa membuatmu lebih baik”. Di luar kelas, aku bermain dengan teman-teman ku yang ada dikelas lain. Aku bercerita, sembari menunggu Adzan. Setelah itu, Sholat. Aku tak terbiasa makan pada saat istirahat kedua itu. Menurutku, perut ini masih bisa bersabar menunggu sepulang sekolah. Jam pelajaran Bahasa Indonesia pun datang. Ya, bel berbunyi tepat jam 12 : 45 wib. Pertanda jam pelajaran terakhir. Dan guru Bahasa Indonesia pun datang. Sofia yang tadinya duduk dengan Blinda, pindah kedepan. Artinya, ia duduk bersama Rey. Sementara aku duduk dibelakang sendiri. Terpikir oleh ku “Mengapa aku duduk sendiri melongo? Sekarangkan pelajaran Bahasa Indonesia, pastinya aku akan mengantuk, apalagi kalau duduk sendiri” batinku. Akhirnya ku putuskan untuk pindah ke depan. Duduk bersama Blinda di barisan nomor dua dari depan. Aku duduk dibelakang Sofia. Setengah jam berlalu pelajaran Bahasa Indonesia, tapi Rey tak kunjung masuk. Tadi, seingatku ia ingin ke ruang aula untuk mendownload sesuatu. Maklum, sekolah kami luas. Maka jaringan Internet yang disediakan disekolah tidak terjangkau oleh beberapa kelas. Apalagi kelasku yang berada diujung. Ku coba untuk meng-sms Rey, yang isinya “guru sudah masuk, segera masuk kelas”. Lima menit, sampai sepuluh menit ia tak kunjung masuk kelas. Jam pelajaran Bahasa Indonesia hampir habis, barulah ia masuk. Aku melihatnya mulai ia masuk kelas sampai ia duduk dikursinya. Ia cuek. Aku menangis. Blinda yang saat itu melihat air mata ku yang meleleh sontak kaget. Ia pun memanggil Rey “Rey..kamu apakan Dinda? Mengapa ia menangis?” tanya Blinda dengan suara yang agak meninggi. Rey menoleh kecil ke arah Blinda, sambil menjawab “Aku tak tahu, aku tak ada mengapa-apakan dia” ucapnya cuek. Lalu kembali menoleh kedepan. Aku yang melihat responnya yang seperti itu langsung diam, aku kesal. Biasanya kalau setiap aku menangis, ia pasti berupaya mencari tisu. Tapi kenapa saat ini dia sangat cuek kepada ku. Sofia menoleh kearah ku dan mengatakan “Sudahlah, jangan menangis lagi. Ia mugkin sedang banyak pikiran, atau mengantuk” ucap Sofia lalu senyum kearah ku. Aku tak menjawab, aku hanya diam sambil menunduk. Ku coba untuk menggodanya. Ku tusuk-tusuk punggungnya dengan jari ku. Ia menoleh dan berkata “Apa-apan kamu ini?” nadanya membentak. Aku terdiam dan kaget, seluruh tubuh ku kaku mendengarnya. Tak terasa, jam pelajaranpun berakhir. Kami semua bergegas memasukkan buku-buku kedalam tas, begitu pun dengan Rey. Saat itu, ketua kelas kami sedang sakit. Maka, ditunjuklah Rey untuk menyiapkan kami sebelum pulang. Tapi Rey menolak. Ia berkata kepada kami “Yang lain saja” ucapnya datar. Akhirnya kami tunjuk Agus untuk menyiapkan kami. Seperti biasa, tiap kami pulang, kami selalu bersalaman dengan guru yang mengajar pada jam pelajaran terakhir. Tapi kali ini ku lihat Rey berbeda, dia langsung mengangkat tas lalu menyandangnya. Ia pergi ke belakang untuk mengambil helmnya. Lalu salam kepada bu guru. Ia bergegas pergi, dan menghilang dari keramaian. Aku pulang bersama Blinda, dijalan aku bertanya kepada Blinda “Menurutmu, aku punya salah apa pada Rey? Apa kekasihnya marah karna kami terlalu dekat? Atau bagaimana?” tanyaku cemas. Nlinda menjawab “mungkin saja, tapi coba kamu pikir-pikir dulu Din..apa yang membuat dia bertingkah seperti itu padamu” nasehat Blinda. Baiklah, aku akan memikirkan hal itu dirumah.
-skip-
Malamnya, aku berusaha untuk meminta maaf padanya. Pukul 22 : 00 wib , aku             meng-sms-nya. Tapi sayang, pesan ku tak masuk. Nomornya tak aktif, sampai  pagi. Hari ini seperti kemarin. Ya, kami kaku. Tak bicara dan tak ada senyuman. Bel masuk sekolah berbunyi. Dan TO pun dimulai. Setelah selesai TO, kami belajar seperti biasa. Pelajaran selanjutnya adalah Biologi. Aku memilih untuk duduk ditempat lain, tak seperti biasanya. Biasanya aku selalu duduk di tepi. Tapi hari ini, rasanya aku tidak mood untuk duduk disana. Aku memilih untuk duduk dibarisan tengah. Aku duduk dengan temanku yang bernama Silvia. Tetap seperti   kemarin, tak  rasa manis saat itu.  Aku meliriknya, dan pas. Dia juga melirikku, mata kami bertatapan. Tak sampai beberapa detik, kami membuang tatapan itu. Dan sama-sama tertunduk. Rasa kaku, sungguhlah tak enak sedikitpun. Dihati ini, banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Aku tak tahan lagi, segera ku gandeng tangan Sofia. “Sofia, coba kamu tanyakan pada Rey, kenapa ia marah padaku?” tanya ku cemas pada Sofia. “Aku tak tahan lagi, aku tak bisa lama-lama diam dengannya” tambah ku dengan wajah yang cemberut. “Sudah ku tanya tadi, ia hanya kesal kepada mu, karna pada saat kamu mengganggunya kemarin, ia sedang ada masalah dengan kekasihnya” ucap Sofia pada ku. Ia berusaha untuk menenagkan ku. “Lalu, aku harus bagaimana?” tanya ku. “Haruskah aku minta maaf?” ucapku melemas. “Ya harusnya begitu” jawab Sofia singkat. Sofia berlalu meninggalkan aku sendiri. Bel istirahat pun berbunyi. Semua melakukan aktivitas seperti biasa. Ya, makan. Kami makan, walau masalah itu mengganggu pikiran ku. Hari ini ada pelajaran Matematika. Sayangnya, guru pengajar tak masuk. Sebab, beliau sedang sakit. Makanya beliau meninggalkan tugas pada kami. Aku mendapatkan tujuh buah soal. Ya, masing-masing dari kami mendapatkan tujuh sampai delapan soal perorangan. Soal pertama, ku kerjakan sendiri. Meski aku masih ada bertanya kepada Silvia sedikit-sedikit. Lalu, yang kedua dan yang ketiga, aku minta tolong kepada Fadly. Dia adalah siswa terpintar di sekolah ku. Soal yang keempat, aku diajari oleh Tio. Soal kelima dan keenam, aku kerjakan sendiri. Tapi ada satu soal yang tak aku mengerti. Dan aku mencoba bertanya kepada Sandra. Awalnya ia tahu cara jalan utuk mendapatkan haasilnya. Tapi dipertengahan jalan, ia tak tahu lagi. Ia menyuruh ku untuk bertanya pada Rey. “Langkah selanjutnya, aku tak mengerti. Coba tanya pada Rey” ucap Sandra kepada ku. Aku hanya terdiam, dan bertanya dalam hati “Dapatkah Rey membantu ku?” batin ku. Aku berterima kasih kepada Sandra yang telah ingin membantu ku. Sewaktu aku berjalan, aku melihat Rey yang sedang memasukkan buku-bukanya kedalam tas. Langsung saja ku hampirinya dan meminta maaf. “Rey, maafkan aku” ucapku sambil memberikan tangan ku. Ia menyambut tanganku dan ia menjawab “Iya, aku juga mau meminta maaf padamu” ucapnya. Aku merasa lega telah bisa baikan dengannya. Langsung saja ku berikan kertas soal ku padanya. “Oke, baiklah. Tolong bantu aku mengerjakan soal ini” ucapku sembari memasang senyum manis padanya. “Aish, yang tadi itu modus ya?” tanyanya padaku sambil menghela napas. Aku hanya nyengir. “Ciee..yang udah baikan tuh..” ucap Sofia dan Blinda bersamaan. Kami hanya tersenyum manis. Aku berjanji, tak akan membuat Rey kesal lagi pada ku. Ku anggap, ini adalah yang pertama dan terakhir kalinya.
SEKIAN

Maaf apabila ada kesamaan nama, sekolah, dan lainnya. Cerita ini adalah imajinasi saya belaka.
Sedikit tentang saya :
Saya adalah RAHMA DWI PUTRI, nama panggilan AMA. Ingin mengenal saya lebih lanjut?
·         Facebook : Rahma Restu Bunda
·         Twitter : @RahmaRB
·         Path : Rahma Restu Bunda
·         Instagram : Rahmarestu

2 komentar: