Ku kira
tawa ini akan berakhir kemarin, tapi tidak. Aku salah. Pagi ini aku bergegas
bangun. Sekitar pukul 06 : 00 pagi. Aku langsung bersiap untuk sekolah. Seperti
biasa, aku kesekolah jam 07 : 20 wib. Aku sampai sekolah, aku langsung bergegas
menuju kelas ku. Di depan, sudah ada Wati yang sedang berjalan santai, ia teman
sekelas ku. Ku percepat langkah ku, sebab sekarang aku sedang menjalankan TO
sekolah. Maklum, sekarang aku sudah kelas 12 SMA. Jadi ya harus perbanyak TO.
Di kelas ku mempunyai sistem yang berbeda. Siapa yang datang lebih cepat, ia
bisa memilih mau duduk dimana yang ia sukai. Tapi jika ada yang terlambat, maka
ia akan duduk ditempat yang tersisa. Kebiasaan kami yaitu duduk di belakang.di
kelas hanya memiliki 26 kursi. Sedangkan jumlah kami 28 orang. Kalau sedang TO
ada yang terlambat, maka yang terlambat
akan duduk di kursi saja. Ternyata aku mendapatkan tempat duduk nomor tiga dari
depan. Untunglah aku belum telat. Aku meletakkan tas dan bekal yang ku bawa
dari rumah. Dengan lega, aku berjalan menuju keluar kelas. Sewaktu membalikkan
badan, tampak seorang sosok yang tak asing lagi oleh ku. Awalnya tatapannya
menuju pada ku, setelah aku menatapnya ia membuang tatapannya itu. Aku hanya
memelas, tertunduk. Kemarin, pas jam pelajaran Bahasa Inggris, ia tanpak kesal
pada ku. Aku tak tahu entah apa yang ia marahkan pada ku. Kemarin, kami duduk
berdua di barisan paling depan. Seperti biasa, aku selalu menjahilinya. Setelah
itu, kami sama-sama tertawa kecil dan diam. Karna pada waktu itu pak guru
sedang menjelaskan pelajaran. Setelah pak guru keluar kelas, kami pun
istirahat. Dan seperti biasa, semuanya biasa-biasa saja. Belum ada peristiwa
yang menyakitkan. Aku makan bersama teman-teman yang juga membawa bekal. Ia
juga makan, tapi dikantin. Beberapa waktu berlalu. Akhirnya bel masuk pun
berbunyi. Ia masuk kelas, dan aku mulai menjahilinya. Ku cubit tangannya,
rambutnya, serta ku pukul punggungnya. Namun, semua berubah drastis. Ia malah
marah, dan berkata “Apa sih? Jangan ganggu aku!” ucapnya membentak. Aku
menggodanya “Ih, jangan marah lah” dengan nada agak sedikit manja. Ku sardarkan
kepala ku ke bahunya. Dan ternyata ia menyingkir. Sontak saja aku kanget dan
bilang “Aku pindah!” dengan wajah sedih. Di dalam hati, aku berharap agar ia
bujuk. Ternyata dugaan ku salah, ia lantas berkata “Biar aku saja yang pindah”
ucapnya. Aku kaget, langsung saja dengan spontan ku tendang-tendang kursinya
sambil merengek “Pindah saja sana, ayo pindah. Percuma aku tadi pindah duduk
didekatmu” gerutu ku padanya. Ia tanpak kesal, dan menoleh ke belakang. Melihat
tempat yang tersisa sedikit dibelakang. “Baiklah, biar aku saja yang pindah!”
ucapku emosi sembari mengangkat kursi kebelakang. Ketika dibelakang, aku
langsung menunduk. Aku berpikir, kesalahan apa yang telah aku perbuat tadi? Apa
ia sedang ada masalah? Atau bagaimana? Aku tetap kesal padanya. Sofia dan
Blinda yang duduk di belakang kami pun bertanya-tanya kepada Rey. Ya, Rey nama
lelaki itu. “Hey Rey, kenapa berantem sama Dinda? Ada apa? Aneh, tadi baik-baik
aja” tanya Sofia heran. Ia hanya menggelengkan kepalanya dan menunduk. Di
depan, Sofia memanggilku “Din..Dindaa..”, “iya, apa sih Sof?” tanyaku lemah.
“Kalian ada apa?” ucap Sofia. Aku hanya mengangkat bahu dan menundukkan wajah.
Saat itu, aku memang merasa malas untuk memperlihatkan wajah cantik ini.
Setelah jam pelajaran habis. Kami pun istirahat kembali. Di sekolah, kami 2
kali istirahat. Yang pertama istirahat makan, dan yang kedua istirahat ISOMA
(istirahat, sholat, makan). Saat aku hendak berjalan keluar, aku melirik pada
Rey. Tampak ia sedang tidur diatas meja. Lantas aku menghampirinya dan mengusap
kepalanya sambil berkata “Istirahtlah, mungkin itu bisa membuatmu lebih baik”.
Di luar kelas, aku bermain dengan teman-teman ku yang ada dikelas lain. Aku
bercerita, sembari menunggu Adzan. Setelah itu, Sholat. Aku tak terbiasa makan
pada saat istirahat kedua itu. Menurutku, perut ini masih bisa bersabar
menunggu sepulang sekolah. Jam pelajaran Bahasa Indonesia pun datang. Ya, bel
berbunyi tepat jam 12 : 45 wib. Pertanda jam pelajaran terakhir. Dan guru
Bahasa Indonesia pun datang. Sofia yang tadinya duduk dengan Blinda, pindah
kedepan. Artinya, ia duduk bersama Rey. Sementara aku duduk dibelakang sendiri.
Terpikir oleh ku “Mengapa aku duduk sendiri melongo? Sekarangkan pelajaran
Bahasa Indonesia, pastinya aku akan mengantuk, apalagi kalau duduk sendiri”
batinku. Akhirnya ku putuskan untuk pindah ke depan. Duduk bersama Blinda di
barisan nomor dua dari depan. Aku duduk dibelakang Sofia. Setengah jam berlalu
pelajaran Bahasa Indonesia, tapi Rey tak kunjung masuk. Tadi, seingatku ia
ingin ke ruang aula untuk mendownload sesuatu. Maklum, sekolah kami luas. Maka
jaringan Internet yang disediakan disekolah tidak terjangkau oleh beberapa
kelas. Apalagi kelasku yang berada diujung. Ku coba untuk meng-sms Rey, yang
isinya “guru sudah masuk, segera masuk kelas”. Lima menit, sampai sepuluh menit
ia tak kunjung masuk kelas. Jam pelajaran Bahasa Indonesia hampir habis,
barulah ia masuk. Aku melihatnya mulai ia masuk kelas sampai ia duduk
dikursinya. Ia cuek. Aku menangis. Blinda yang saat itu melihat air mata ku
yang meleleh sontak kaget. Ia pun memanggil Rey “Rey..kamu apakan Dinda?
Mengapa ia menangis?” tanya Blinda dengan suara yang agak meninggi. Rey menoleh
kecil ke arah Blinda, sambil menjawab “Aku tak tahu, aku tak ada mengapa-apakan
dia” ucapnya cuek. Lalu kembali menoleh kedepan. Aku yang melihat responnya
yang seperti itu langsung diam, aku kesal. Biasanya kalau setiap aku menangis,
ia pasti berupaya mencari tisu. Tapi kenapa saat ini dia sangat cuek kepada ku.
Sofia menoleh kearah ku dan mengatakan “Sudahlah, jangan menangis lagi. Ia
mugkin sedang banyak pikiran, atau mengantuk” ucap Sofia lalu senyum kearah ku.
Aku tak menjawab, aku hanya diam sambil menunduk. Ku coba untuk menggodanya. Ku
tusuk-tusuk punggungnya dengan jari ku. Ia menoleh dan berkata “Apa-apan kamu
ini?” nadanya membentak. Aku terdiam dan kaget, seluruh tubuh ku kaku
mendengarnya. Tak terasa, jam pelajaranpun berakhir. Kami semua bergegas
memasukkan buku-buku kedalam tas, begitu pun dengan Rey. Saat itu, ketua kelas
kami sedang sakit. Maka, ditunjuklah Rey untuk menyiapkan kami sebelum pulang.
Tapi Rey menolak. Ia berkata kepada kami “Yang lain saja” ucapnya datar.
Akhirnya kami tunjuk Agus untuk menyiapkan kami. Seperti biasa, tiap kami
pulang, kami selalu bersalaman dengan guru yang mengajar pada jam pelajaran
terakhir. Tapi kali ini ku lihat Rey berbeda, dia langsung mengangkat tas lalu
menyandangnya. Ia pergi ke belakang untuk mengambil helmnya. Lalu salam kepada
bu guru. Ia bergegas pergi, dan menghilang dari keramaian. Aku pulang bersama
Blinda, dijalan aku bertanya kepada Blinda “Menurutmu, aku punya salah apa pada
Rey? Apa kekasihnya marah karna kami terlalu dekat? Atau bagaimana?” tanyaku
cemas. Nlinda menjawab “mungkin saja, tapi coba kamu pikir-pikir dulu Din..apa
yang membuat dia bertingkah seperti itu padamu” nasehat Blinda. Baiklah, aku akan
memikirkan hal itu dirumah.
-skip-
Malamnya, aku
berusaha untuk meminta maaf padanya. Pukul 22 : 00 wib , aku meng-sms-nya. Tapi sayang, pesan ku
tak masuk. Nomornya tak aktif, sampai
pagi. Hari ini seperti kemarin. Ya, kami kaku. Tak bicara dan tak ada
senyuman. Bel masuk sekolah berbunyi. Dan TO pun dimulai. Setelah selesai TO,
kami belajar seperti biasa. Pelajaran selanjutnya adalah Biologi. Aku memilih
untuk duduk ditempat lain, tak seperti biasanya. Biasanya aku selalu duduk di
tepi. Tapi hari ini, rasanya aku tidak mood untuk duduk disana. Aku memilih
untuk duduk dibarisan tengah. Aku duduk dengan temanku yang bernama Silvia. Tetap
seperti kemarin, tak rasa manis saat itu. Aku meliriknya, dan pas. Dia juga melirikku,
mata kami bertatapan. Tak sampai beberapa detik, kami membuang tatapan itu. Dan
sama-sama tertunduk. Rasa kaku, sungguhlah tak enak sedikitpun. Dihati ini,
banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Aku tak tahan lagi, segera ku
gandeng tangan Sofia. “Sofia, coba kamu tanyakan pada Rey, kenapa ia marah
padaku?” tanya ku cemas pada Sofia. “Aku tak tahan lagi, aku tak bisa lama-lama
diam dengannya” tambah ku dengan wajah yang cemberut. “Sudah ku tanya tadi, ia
hanya kesal kepada mu, karna pada saat kamu mengganggunya kemarin, ia sedang
ada masalah dengan kekasihnya” ucap Sofia pada ku. Ia berusaha untuk menenagkan
ku. “Lalu, aku harus bagaimana?” tanya ku. “Haruskah aku minta maaf?” ucapku
melemas. “Ya harusnya begitu” jawab Sofia singkat. Sofia berlalu meninggalkan
aku sendiri. Bel istirahat pun berbunyi. Semua melakukan aktivitas seperti
biasa. Ya, makan. Kami makan, walau masalah itu mengganggu pikiran ku. Hari ini
ada pelajaran Matematika. Sayangnya, guru pengajar tak masuk. Sebab, beliau
sedang sakit. Makanya beliau meninggalkan tugas pada kami. Aku mendapatkan
tujuh buah soal. Ya, masing-masing dari kami mendapatkan tujuh sampai delapan
soal perorangan. Soal pertama, ku kerjakan sendiri. Meski aku masih ada
bertanya kepada Silvia sedikit-sedikit. Lalu, yang kedua dan yang ketiga, aku
minta tolong kepada Fadly. Dia adalah siswa terpintar di sekolah ku. Soal yang
keempat, aku diajari oleh Tio. Soal kelima dan keenam, aku kerjakan sendiri.
Tapi ada satu soal yang tak aku mengerti. Dan aku mencoba bertanya kepada
Sandra. Awalnya ia tahu cara jalan utuk mendapatkan haasilnya. Tapi
dipertengahan jalan, ia tak tahu lagi. Ia menyuruh ku untuk bertanya pada Rey. “Langkah
selanjutnya, aku tak mengerti. Coba tanya pada Rey” ucap Sandra kepada ku. Aku
hanya terdiam, dan bertanya dalam hati “Dapatkah Rey membantu ku?” batin ku. Aku
berterima kasih kepada Sandra yang telah ingin membantu ku. Sewaktu aku
berjalan, aku melihat Rey yang sedang memasukkan buku-bukanya kedalam tas.
Langsung saja ku hampirinya dan meminta maaf. “Rey, maafkan aku” ucapku sambil
memberikan tangan ku. Ia menyambut tanganku dan ia menjawab “Iya, aku juga mau
meminta maaf padamu” ucapnya. Aku merasa lega telah bisa baikan dengannya.
Langsung saja ku berikan kertas soal ku padanya. “Oke, baiklah. Tolong bantu
aku mengerjakan soal ini” ucapku sembari memasang senyum manis padanya. “Aish,
yang tadi itu modus ya?” tanyanya padaku sambil menghela napas. Aku hanya
nyengir. “Ciee..yang udah baikan tuh..” ucap Sofia dan Blinda bersamaan. Kami
hanya tersenyum manis. Aku berjanji, tak akan membuat Rey kesal lagi pada ku.
Ku anggap, ini adalah yang pertama dan terakhir kalinya.
SEKIAN
Maaf
apabila ada kesamaan nama, sekolah, dan lainnya. Cerita ini adalah imajinasi
saya belaka.
Sedikit tentang saya :
Saya adalah RAHMA DWI PUTRI, nama panggilan
AMA. Ingin mengenal saya lebih lanjut?
·
Facebook : Rahma Restu Bunda
·
Twitter : @RahmaRB
·
Path : Rahma Restu Bunda
·
Instagram : Rahmarestu
Bagus!!!!
BalasHapustengkyu bang :)
BalasHapus