"Jangan hubungi aku, jika hanya ingin menuduhku ini itu". Satu kalimat
pernyataanmu kemarin siang. Ya, mungkin kecemburuan ini terlalu
berlebihan. Namun itulah Aku. Kamu hendaknya dapat memahami sikap dan
sifatku. Hampir 2 tahun kita bersama, tapi kamu belum juga mengerti akan
itu. Baiklah, aku ikuti, Tadi pagi, ku coba untuk menghubungimu lewat
telpon, tapi kamu tak mengangkatnya. Sampai jam setengah 12 siang. Aku
hanya ingin mengingatkan padamu, supaya jangan lupa Shalat Jum'at.
Tapi kamu tetap saja tak mengangkat telpon dari ku. Ku kirim pesan
singkat "Mungkin kamu memang sedang ingin sendiri". Kalimat itu, tahukah
kamu maksudnya? Aku curiga, mengapa kamu tak mengangkat telpon dariku.
Terngiang olehku percakapan temanmu kemarin, tentang seorang gadis yang
selalu kamu tanyakan pada mereka. "Mungkin saja, dia sedang bersama
gadis itu" pikirku. Seperti kalimatmu kemarin, "Jangan hubungi aku, jika
ingin menuduhku". Aku mencoba menahan diri untuk tidak menghubungimu
sampai jam setengah 7 malam. aku melihat handphone ku yang ku taruh
diatas meja. Ada 3 pesan dan 10 panggilan, dan itu darimu. Hati ini
mulai merasa bersalah sudah mendiami mu. Kamu menelponku, ku anggkat,
tapi tak ku jawab kata "haloo" darimu. Aku ingin memastikan, apakah kamu
marah atau tidak. Setelah itu, kamu mematikan telpon, dan mengirimi ku
pesan singkat, yang isinya "Yasudahlah kalau kamu maunya kayak gini, aku
turuti". Sontak aku kaget, Langsung ku hubungi kembali, dan ketika aku
mengucapkan kata "haloo" kamu tidak menjawabnya. Mungkin kamu mau balas
dendam padaku. Ku kirim pesan singkat padamu "Kalo memang kamu resah aku diami dari tadi, seharusnya kamu kasih simpati ke aku tidak seperti ini, mungkin kamu mau balas dendam, tak apa-apa" ku tekan tombol send. Tak lama kemudian, kamu membalas seperti ini "Aku bukan mau balas dendam ke kamu. Tapi aku cuma mau ikuti permainan kamu. Dari kemarin kamu nuduh aku gak mau komunikasi sama kamu. Tapi kenyataannya gimana? Malah kamu yang gak mau komunikasi sama aku. Aku nelpon kamu, gak diangkat. Sekali kamu angkat tapi gak ada suara. Kamu biarkan aku seperti orang gila yang mengucapkan "halo". Kalau emang gini mau kamu, aku turuti. Maaf kan aku selama ini. Aku banyak salah sama kamu, maaf. Aku sayang kamu, selamat tunggal". Kalimat panjang yang membuatku ternganga sore ini. Ku coba menjelaskannya dengan cara menelponnya kembali, tetapi tak ada suara. Aku terus saja menjelaskan semuanya. Tapu apa daya, dia tidak mengerti. Semua caraku dianggap salah. Dia benar-benar sudah rela meninggalkan dan melupakanku. Sudahlah, aku tak ingin meneruskan cerita ini lagi, aku tak sanggup menulis apa yang sedang terjadi saat ini, semoga dia membaca tulisan ini, dan mengerti. Aku menyayangimu..

Tidak ada komentar:
Posting Komentar